devi

KOMPAS.com - Sultan Hamengku Buwono X menuliskan kata pengantar dalam buku Fisika Batik karya Tim Peneliti Bandung Fe Institute, Hokky Situngkir dan Rolan Dahlan. Ia menceritakan, bahwa pada masa silam, batik bukanlah sekadar keterampilan melukis. Seni batik sesungguhnya sarat akan pendidikan etika dan estetika bagi wanita zaman dulu. Batik merupakan sebuah jejak sejarah yang menandai peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat Jawa dari dulu hingga sekarang. Sehingga tak heran, batik selalu mengalami perkembangan dan berakulturasi dengan budaya di sekelilingnya. Perkembangan itu menandakan lokasi, tempat, dan jiwa seni masing-masing tempat pengrajin batik secara turun-temurun.

Asal-usul nama

Dituliskan oleh Sultan Hamengku Buwono X, batik adalah teknik perintang warna dengan menggunakan malam, yang diperkenalkan oleh Chastelein, anggota Raad van Indie (Dewan Hindia) pada tahun 1705. Ia menamakan proses ini batex. Selain itu, nama batik juga konon berasal dari kata ngemban titik, yang merupakan asal-usul dari proses pembuatannya. Batik memerlukan banyak tenaga kerja, dari desain, gambar motif, membuka-tutup kain dengan malam, mewarnai, hingga memasarkan batik. Ada pula yang mengartikan batik dengan mbabate saka sithik. Maknanya, dimulai dan dikerjakan sedikit demi sedikit dan butuh kesabaran luar biasa.


Perkembangannya

Hingga kini terdapat beragam jenis batik, misalnya batik Belanda, batik China, batik Wong Kaji, batik Wong Cilik, dan batik Klasik. Sejak pertama kali dikerjakan oleh manusia, batik terus berkembang sesuai karakter zaman dan lokasi si pengrajin. Batik bisa dibilang menjadi ciri masa tertentu. Misal, pada zaman pertengahan terciri dengan keanggunan aristokrasi. Seiring dengan perkembangan zaman, batik pun berubah. Tak hanya dari warna saja, tetapi juga model, modul, dan modenya. Di era sekarang, batik harus mampu mengikuti permintaan pemakai.
Proses pembuatannya pun berubah-ubah, dari batik tulis (hand drawn), batik cap (hand-stamp), hingga batik Pekalongan dengan teknologi screen (yang biasa dipakai dalam teknik sablon atau printing). Baru-baru ini, para peneliti dari Bandung Fe Institute memperkenalkan batik fraktal. Menurut UNESCO, batik fraktal adalah pola batik kontemporer yang digenerasikan lewat komputer dari pola batik tradisional yang dituliskan ulang dalam bentuk matematika.

Batik itu spesial

Batik sudah mendapatkan apresiasi dari mancanegara, bahkan telah dikukuhkan oleh UNESCO pada hari ini, Jumat (2/10), di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Namun, sebenarnya, apa yang membuat batik menjadi sesuatu yang spesial?
Taruna K. Kusmayadi, ketua Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) mengatakan, “Menurut saya, batik sudah banyak dieksplor. Batik lebih mapan untuk dibuat beragam. Masing-masing masyarakat Indonesia bisa jadi punya batik, tetapi songket atau jenis kain lainnya, belum tentu. Itulah kelebihan batik, ia lebih advance. Lebih mayoritas. Apalagi pusat pengrajinnya banyak di Jawa, yang infrastrukturnya lebih maju, berkembang, dan memiliki banyak tenaga terampil.”
Boyonz Ilyas, perancang lokal yang membawa batik ke kancah peragaan busana internasional fashion week di Bali tahun 2001 mengatakan, “Saya kagum dengan batik yang dikerjakan handmade, karena memiliki olahrasa dari manusia. Yang mengagumkan dari batik adalah ia sangat fleksibel tapi tetap mengagumkan. Batik itu spesial, ia mampu mengikuti apa pun yang kita ingini, bisa ditabrak antarmotifnya, bisa diselaraskan dengan warna padanan, dan banyak lainnya.”
Label: edit post
0 Responses

Posting Komentar